Bahasa

Rabu, 20 Maret 2013

HUKUM KEPUTIHAN BAGI WANITA.

KEPUTIHAN
KEPUTIHAN /  رطوبة فرج المرأة
==============
Keputihan adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan berbagai kondisi yang menyebabkan infeksi atau peradangan pada vagina.
Vagina seorang wanita biasanya menghasilkan debit yang biasanya digambarkan sebagai jelas atau sedikit berawan, tidak menyebabkan iritasi, dan bebas bau. Selama yang normal siklus menstruasi , jumlah dan konsistensi dari debit dapat bervariasi. Pada suatu waktu bulan mungkin ada sedikit cairan yang sangat tipis atau encer, dan di lain waktu, debit lebih tebal lebih luas mungkin muncul. Semua penjelasan ini bisa dianggap normal.
Cairan vagina yang memiliki bau atau yang menjengkelkan biasanya dianggap keluar cairan yang abnormal. Iritasi mungkin gatal atau terbakar.
-----------------------------------
===   Keputihan adalah getah atau cairan yang keluar dari vagina, yang ditimbulkan oleh jamur. Dalam ilmu Kedokteran disebut jamur candida. Kelembaban dan kehangatan vagina, merupakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan dan berkembang biaknya jamur. Getah atau cairan yang ditimbulkan keputihan berwarna putih, kental, keruh dan kekuning-kuningan. Biasanya rasanya gatal, membuat vagina meradang dan luka.

Penyebab timbulnya keputihan di antaranya:

a.Menopause. Yaitu masa yang sudah tidak keluar haidl. sebab dengan aktif keluar haidl, ada cairan yang selalu membasahi dinding vagina dan mempertahankan vagina tetap segar dan sehat.
b.Pil penghambat atau penyubur kehamilan. Hal ini disebabkan, pil tersebut mempunyai efek mengurangi ketahanan pelindung vagina dari infeksi jamur.
c.Efek dari kontrasepsi dari rahim.
d.Stres.
e.Celana yang terbuat dari nilon.
f.Celana ketat.
g.Sabun bubuk pembersih.

Cara pengobatan Keputihan di antaranya:
a.Mendatangi dokter atau klinik khusus.
b.Ramuan-ramuan alami. Seperti merendam + 8 butir bawang putih dalam air cuka selama dua hari sampai minyak bawang terurai. Kemudian ambil satu sendok makan dan campur dengan + setengah liter air. Gunakan dua hari sekali dalam satu minggu untuk pembersihan vagina.

Perlindungan Diri Dari Keputihan Di antaranya:
a.Memelihara kesejukan daerah genital (sekitar vagina).
b.Menjaga kebersihan.
c.Mencuci pakaian dengan air mendidih tanpa sabun.
d.Menjauhi aktifitas secara berlebihan.

Apakah getah vagina termasuk darah haidl?

Dalam kitab fiqh dijelaskan bahwa: haidl adalah darah yang keluar dari urat (otot) yang pintunya terdapat pada penghujung uterus (pangkal rahim) yang mempunyai warna, sifat dan warna khusus. Sedangkan istihadloh adalah darah yang keluar dari urat di bawah uterus (adna al-rohmi) di luar masa haidl.

Dengan demikian getah vagina dan keputihan bukanlah darah haidl dan istihadloh, karena keluar dari luar anggota tersebut, yang dalam istilah fiqh disebut ruthubah al-farji (cairan farji) dan hukumnya sebagai berikut:
a.Bila keluar dari balik liang farji (anggota farji bagian dalam yang tidak terjangkau penis saat bersenggama), maka hukumnya najis dan menyebabkan batalnya wudlu.
b.Bila keluar dari liang farji (anggota farji yang tidak wajib dibasuh ketika istinja’ dan masih terjangkau penis saat bersenggama), maka hukumnya suci menurut sebagian ulama.
c.Bila keluar dari luar liang farji (anggota farji yang tampak ketika jongkok), maka hukumnya suci.

Dengan demikian, karena keputihan dan cairan yang keluar dari farji bukan darah haidl, maka tidak mewajibkan mandi. Namun bila cairan tersebut dihukumi najis (keluar dari dalam tubuh), maka harus disucikan saat mau wudlu dan sholat. Dan jika terus menerus keluar, maka hukumnya seperti istihadloh dalam tata cara bersuci serta ibadahnya. .(( maqolah Suhada Ganjar )).
=== --------------------------------------
keputihan (rutubatul farji) adalah lendir normal pada tiap perumpuan dan dapat pula karena infeksi,maka bila normal di tafshil:
1-lendir atau kelembaban yang keluar dari organ farji yang wajib di basuh ketika istinja'(organ farji yang tampak ketika wa
nita duduk) maka hukumnya suci.
2-bila keluar dari balik farji (organ farji yang tidak tersentuh dzakar mnjami') maka hukumnya najis karena tergolong keluar dari dalam (jauf).
3-bila keluar dari organ farji yang tidak wajib di basuh namun dapat terjangkau dzakar mujami' maka hukumnya suci menurut qoul ashoh.

(قوله رطوبة فرج)معطوف على بلغم.أي فهي طاهرة أيضا,سواء خرجت من آدمي أو من حيوان طاهر غيره.(قوله:على الأصح)مقابله أنها نجاسة.(قوله:وهي)أي رطوبة الفرج الطاهرة على الأصح.(قوله:متردد بين المذي ووالعرق)أي ليس مذيا محضا ولا عرقا كذالك.(قوله:الذي لايجب غسله)خالف فى ذالك الجمال الرملي,وقال:إنها إن خرجت من محل لايجب غسله فهي نجسة,لأنها حينئذ رطوبة جوفية.وحاصل ما ذكره الشارح فيها أنها ثلاثة أقسام:طاهرة قطعا,وهي ما تخرج مما يجب غسله فى الإستنجاء,وهو ما يظهر عند جلوسها.ونجسة قطعا,وهي ما تخرج من وراء باطن الفرج,وهو ما لايصله ذكر المجامع.وطاهرة على الأصح,وهي ما تخرج مما لايجب غسله ويصله ذكر المجامع.وهذا التفصيل هو ملخض ما فى التحفة.وقل العلامة الكردي :أطلق فى شرحي الإرشاد نجاسة ما تحقق خروجه من الباطن,وفى شرح العباب بعد كلام طويل.والحاصل أن الأوجه مادل عليه كلام المجموع.أنها متى خرجت مما لايجب غسله كانت نجسة.


fokus:

وحاصل ما ذكره الشارح فيها أنها ثلاثة أقسام:طاهرة قطعا,وهي ما تخرج مما يجب غسله فى الإستنجاء,وهو ما يظهر عند جلوسها.ونجسة قطعا,وهي ما تخرج من وراء باطن الفرج,وهو ما لايصله ذكر المجامع.وطاهرة على الأصح,وهي ما تخرج مما لايجب غسله ويصله ذكر المجامع

إعانة الطالبين ج 1 ص 1066
dok 2155 ,piss ktb
-------------
=============================
Dijelaskan dalam kitab Al-Mughniy juz 2/88
Permasalahan ruthubah farji wanita, ada dua kemungkinan
1. Ia najis karena berasal dari farji yang tidak tercipta melaluinya (ruthuubah tersebut) seorang anak. Statusnya mirip madzi
2. Ia suc
i karena ‘Aisyah pernah mengerik mani dari baju Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berasal dari jima’. Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun yang mengalami ihtilaam.[2] Dan air mani tersebut bercampur dengan ruthuubah farji (‘Aisyah). Jikalau kita menghukumi kenajisan ruthubah farji wanita, niscaya kita juga akan menghukumi kenajisan air mani, karena air mani tesebut keluar dari farji wanita yang menjadi najis akibat (bercampur dengan) ruthuubah. Al-Qaadliy berkata.Apa saja yang terkena sesuatu dari farji akibat aktifitas jima’ adalah najis, karena ia tidak selamat dari tercampurnya madzi yang statusnya najis’. Namun ta’lil ini tidak benar, karena syahwat jika memuncak bisa menyebabkan keluarnya mani tanpa madzi seperti halnya ihtilaam?

Telah berkata penulis kitab Al-Muhadzdzab Adapun ruthuubah dari farji wanita, telah manshuush (dinashkan) bahwa ia najis karena berasal dari tempat yang najis. Namun ada diantara shahabat-shahabat kami (ulama semadzhab) yang mengatakan suci seperti seluruh cairan/lendir yang keluar dari badan.

An-Nawawiy rahimahullah berkata (Al-Majmuu’ Syarhul-Muhadzdzab (Ruthuubah)farji adalah cairan yang berwarna putih bening yang meragukan antara madzi dan keringat. Oleh karena itu, statusnya diperselisihkan dimana mushannif (pengarang) rahimahullah telah men-rajih-kan dalam kitab ini dan dalam At-Tanbiihul-Najaasah, dimana dirajihkan pula oleh Al-Bandaniijiy (akan kenajisannya). Al-Baghawiy dan Ar-Raafi’iy berkata : ‘Yang shahih adalah suci’. Telah berkata pengarang kitab Al-Haawiy dalam bab : Maa Yuujibul-Ghusl (Apa-Apa yang Mewajibkan Mandi) : “Asy-Syafi’iy rahimahullah telah menetapkan di sebagian kitabnya tentang kesucian ruthuubah farji (wanita). Dan dihikayatkan perihal kenajisannya dari Ibnu Juraij. Kesimpulan dalam permasalahan ini bahwasannya ada dua perkataan yang ternukil dari Asy-Syafi’iy, yaitu :
1. Yang disebutkan oleh mushannif (tentang kenajisannya)
2. Yang dinukil oleh pengarang kitab Al-Haawiy bahwa yang paling shahih (benar) adalah kesuciannya.
Pendalilan tentang kenajisan ruthuubah farji adalah hadits Zaid bin Khaalid radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya ia pernah bertanya kepada Utsmaan bin ‘Affaan radliyallaahu ‘anhu : Bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang menjimai istrinya namun tidak sampai mengeluarkan mani ?Utsmaan menjawab : “Hendaklah ia berwudlu sebagaimana ia berwudlu untuk shalat, dan mencuci dzakarnya " Utsman kembali berkata : Aku mendengarnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam . Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
Al-Bukhari menambahkan : Maka (Zaid bin Khaalid) pun bertanya kepada ‘Ali bin Abi Thaalib, Az-Zubair bin Al-‘Awwaam, Thalhah bin Ubaidillah, dan Ubay bin Ka’b yang kesemuanya juga memerintahkan hal yang sama.
Dari Ubay bin Ka’b radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Wahai Rasulullah, apabila ada seorang laki-laki yang menjimai istrinya, namun tidak sampai keluar (mani), apa yang harus ia lakukan ?Beliau menjawab : Cucilah apa-apa yang menyentuh wanita itu, kemudian berwudlulah dan shalatlah”
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Dua hadits yang menyatakan tentang kebolehan shalat dengan hanya berwudlu tanpa mandi ini telah mansukh (terhapus) sebagaimana disebutkan dalam bab Maa Yuujibul-Ghusl yang telah lalu.[4] Adapun perintah untuk mencuci kemaluan dan apa-apa yang mengenainya (dari farji wanita) adalah tetap dan tidak dihapus. Oleh karena itu, ini dhahir yang menunjukkan kenajisan ruthuubah farji. Sedangkan ulama lain membawa perintah mencuci kemaluan tersebut hanya sebatas istihbaab (disunnahkan). Namun kemutlakkan perintah dalam hadits itu menunjukkan kewajiban menurut jumhur fuqahaa''

Referensi
Al-Mughniy 2/88
في رطوبة فرج المرأة احتمالان

أحدهما : أنه نجس لأنه في الفرج لا يخلق منه الولد أشبه المذي
والثاني : طهارته لأن عائشة كانت تفرك المني من ثوب رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو من جماع فإنه ما احتلم نبي قط، وهو يلاقى رطوبة الفرج، ولأننا لو حكمنا بنجاسة فرج المرأة لحكمنا بنجاسة منيها، لأنه يخرج من فرجها فيتنجس برطوبته، وقال القاضي : ما أصاب منه في حال الجماع فهو نجس، لأنه لا يسلم من المذي وهو نجس، ولا يصح التعليل فإن الشهوة إذا اشتدت خرج المني دون المذي كحال الاحتلام


Referensi
Al-Muhadzdzab juz 1/570
وأما رطوبة فرج المرأة فالمنصوص أنها رطوبة متولدة في محل النجاسة فكانت نجسة ومن أصحابنا من قال هي طاهرة كسائر رطوبات البدن

Referensi
Al-Majmuu ' Syarhul-Muhadzdzab juz 1/570-571
 
رطوبة الفرج ماء أبيض متردد بين المذى والعرق فلهذا اختلف فيها ثم ان المصنف رحمه الله رجح هنا وفى التنبيه النجاسة ورجحه أيضا البندنيجي وقال البغوي والرافعي وغيرهما الاصح الطهارة وقال صاحب الحاوى في باب ما يوجب الغسل نص الشافعي رحمه الله في بعض كتبه علي طهارة رطوبة الفرج وحكي التنجيس عن ابن سريج فحصل في المسألة قولان منصوصان للشافعي أحدهما ما نقله المصنف والآخر نقله صاحب الحاوى والاصح طهارتها ويستدل للنجاسة أيضا بحديث زيد بن خالد رضي الله عنه أنه سال عثمان بن عفان رضي الله عنه قال (أرأيت إذا جامع الرجل امرأته ولم يمن قال عثمان يتوضأ كما يتوضأ للصلاة ويغسل ذكره قال عثمان سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم) رواه البخاري ومسلم زاد البخاري فسأل على بن أبى طالب والزبير ابن العوام وطلحة بن عبيد الله وأبي بن كعب فأمروه بذلك: وعن أبي بن كعب رضى الله عنه: أنه قال (يا رسول الله إذا جامع الرجل المرأة فلم ينزل قال يغسل ما مس المرأة منه ثم يتوضأ ويصلى) رواه البخاري ومسلم وهذان الحديثان في جواز الصلاة بالوضوء بلا غسل منسوخان كما سبق في باب ما يوجب الغسل وأما الامر بغسل الذكر وما اصابه منها فثابت غير منسوخ وهو ظاهر في الحكم بنجاسة رطوبة الفرج والقائل الآخر يحمله علي الاستحباب لكن مطلق الامر للوجوب عند جمهور الفقهاء والله أعلم
-----------
 Referensi selengkapnya
حاشية الطحطاوي علي مراقي الفلاح الجزء الأول ص ٨٩ دار الكتب العلمية
وفي الدر رطوبة الفرج طاهرة عند أبي حنيفة

Referensi
الجوهرة النيرة الجزء الأول ص ١٤٨
وَأَمَّا رُطُوبَةُ الْفَرْجِ فَهِيَ طَاهِرَةٌ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ كَسَائِرِ رُطُوبَاتِ الْبَدَنِ وَعِنْدَهُمَا نَجِسَةٌ


Referensi
حاشية ابن عابدين الجزء الأول ص ٣٤٩
قوله ( رطوبة الفرج طاهرة ) ولذا نقل في التاترخانية أن رطوبة الولد عند الولادة طاهرة وكذا السخلة إذا خرجت من أمها وكذا البيضة فلا يتنجس بها الثوب ولا الماء إذا وقعت فيه لكن يكره التوضؤ به للاختلاف وكذا الإنفحة هو المختار

Referensi
رد المحتار الجزء الأول ص ٣١٣ سعيدقوله: برطوبة الفرج) أي: الداخل بدليل قوله أولج. وأما رطوبة الفرج الخارج فطاهرة اتفاقا اهـ ح. وفي منهاج الإمام النووي رطوبة الفرج ليست بنجسة في الأصح. قال ابن حجر في شرحه: وهي ماء أبيض متردد بين المذي والعرق يخرج من باطن الفرج الذي لا يجب غسله، بخلاف ما يخرج مما يجب غسله فإنه طاهر قطعا، ومن وراء باطن الفرج فإنه نجس قطعا ككل خارج من الباطن كالماء الخارج مع الولد أو قبيله. اهـ. وسنذكر في آخر باب الاستنجاء أن رطوبة الولد طاهرة وكذا السخلة والبيضة. (قوله: أما عنده) أي: عند الإمام، وظاهر كلامه في آخر الفصل الآتي أنه المعتمد

Referensi
رد المحتار الجزء الأول ص ٣٤٩ سعيد
قوله: رطوبة الفرج طاهرة) ولذا نقل في التتارخانية أن رطوبة الولد عند الولادة طاهرة، وكذا السخلة إذا خرجت من أمها، وكذا البيضة فلا يتنجس بها الثوب ولا الماء إذا وقعت فيه، لكن يكره التوضؤ به للاختلاف، وكذا الإنفحة هو المختار. وعندهما يتنجس، وهو الاحتياط
  ---------- 


Referensi.
ﺑﻐﻴﺔ ﺍﻟﻤﺴﺘﺮﺷﺪﻳﻦ ﻓﻲ ﺗﻠﺨﻴﺺ ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻳﻦ 52 :

ﻣﺴﺄﻟﺔ : ﺣﺎﺻﻞ ﻛﻼﻣﻬﻢ ﻓﻲ ﺭﻃﻮﺑﺔ ﻓﺮﺝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﻣﺎﺀ ﺃﺑﻴﺾ ﻣﺘﺮﺩﺩ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺬﻱ ﻭﺍﻟﻐﺮﻕ ، ﺃﻧﻬﺎ ﺇﻥ ﺧﺮﺟﺖ ﻣﻦ ﻭﺭﺍﺀ ﻣﺎ ﻳﺠﺐ ﻏﺴﻠﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺎﺑﺔ ﻳﻘﻴﻨﺎً ﺇﻟﻰ ﺣﺪ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﺗﺒﺮﺯ ﺇﻟﻰ ﺧﺎﺭﺝ ﻧﻘﻀﺖ ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﺣﺪ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﻭﻫﻮ ﻣﺎ ﻭﺟﺐ ﻏﺴﻠﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺎﺑﺔ ، ﺃﻋﻨﻲ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻈﻬﺮ ﻋﻨﺪ ﻗﻌﻮﺩﻫﺎ ﻟﻘﻀﺎﺀ ﺣﺎﺟﺘﻬﺎ ﻟﻢ ﺗﻨﻘﺾ ، ﻭﻛﺬﺍ ﻟﻮ ﺷﻜﺖ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺃﻳﻬﻤﺎ ﻫﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻭﺟﻪ ،

ﻭﺃﻣﺎ ﺣﻜﻤﻬﺎ ﻧﺠﺎﺳﺔ ﻭﻃﻬﺎﺭﺓ ﻓﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺣﺪ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﻓﻄﺎﻫﺮ ﻗﻄﻌﺎً ، ﻭﻣﺎ ﻭﺭﺍﺀﻩ ﻣﻤﺎ ﻳﺼﻠﻪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻤﺠﺎﻣﻊ ﻓﻄﺎﻫﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺻﺢ ، ﻭﻣﺎ ﻭﺭﺍﺀ ﺫﻟﻚ ﻓﻨﺠﺲ ﻗﻄﻌﺎً ، ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺤﻔﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ،

ﻭﺍﻋﺘﻤﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﻭ ﻡ ﺭ ﺃﻥ ﺍﻟﺨﺎﺭﺟﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﻧﺠﺴﺔ ﻣﻄﻠﻘﺎً ، ﻟﻜﻦ ﻳﻌﻔﻰ ﻋﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻤﺠﺎﻣﻊ. ﻭﻗﺎﻝ ﻉ ﺵ : ﻭﻳﻌﻔﻰ ﻋﻦ ﺩﻡ ﺍﻻﺳﺘﺤﺎﺿﺔ ، ﻓﻼ ﻳﻨﺠﺲ ﺑﻪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻤﺠﺎﻣﻊ ﺃﻳﻀﺎً ﻭﺇﻥ ﻃﺎﻝ ﺧﻼﻑ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻓﻴﻬﻤﺎ ، ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﺃﺩﺧﻠﺖ ﺃﺻﺒﻌﻬﺎ ﻟﺤﺎﺟﺔ ﻓﻌﻠﻖ ﺑﻪ ﺩﻡ ﺍﻫـ.

 =====
--------